Jakarta – Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Majelis Dzikir Pergerakan (DPP MDP), Afthon Sholeh, menyampaikan kecaman keras terhadap salah satu tayangan di stasiun televisi nasional Trans7 dalam program Exposé Unsensored. Menurutnya, gaya penyampaian presenter dalam program tersebut dinilai berunsur provokatif dan mengandung ujaran kebencian terhadap lembaga pendidikan pesantren.

“Dengan nada bicara seperti itu, presenter tersebut telah menyakiti perasaan seluruh santri di Indonesia. Kalau memang tidak pernah nyantri, jangan berlagak paling paham soal pesantren,” ujar Afthon dalam keterangannya, Selasa (14/10/2025).

Afthon menilai, sebagai media nasional, Trans7 seharusnya memberikan tayangan yang edukatif, membangun, dan mendukung program-program positif bangsa, bukan justru menyebarkan opini yang dapat menimbulkan perpecahan dan kebencian. Ia menegaskan, media memiliki tanggung jawab moral dan sosial dalam menjaga kehormatan lembaga pendidikan, termasuk pesantren yang memiliki peran besar dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

“Trans7 seharusnya menjadi sarana penyebar informasi yang menyejukkan. Bukan alat untuk memancing kebencian publik. Tayangan seperti itu berpotensi melanggar hukum dan harus ditindak. Permintaan maaf tertulis saja, apalagi tanpa kop surat resmi dan stempel yang jelas, tidak cukup untuk menghapus rasa sakit hati para santri,” tegasnya.

Afthon juga menyinggung kontribusi besar santri dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia mengingatkan bahwa tanpa peran santri dan ulama, peristiwa monumental 10 November 1945 yang kini diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional tidak akan pernah terjadi.

“Coba lihat bagaimana kiprah para santri untuk negeri ini. Tanpa santri, 10 November tidak akan kita rebut. Bahkan bangsa ini mungkin tidak akan merdeka tanpa perjuangan para santri dan ulama. Itu fakta sejarah yang harus dicatat,” ujarnya menegaskan.

Lebih lanjut, Ketua Umum DPP MDP itu meminta aparat penegak hukum untuk segera turun tangan melakukan pemeriksaan terhadap pihak yang terlibat dalam produksi tayangan tersebut. Jika terbukti melanggar hukum, ia menuntut agar tindakan tegas segera dilakukan sesuai peraturan yang berlaku.

“Saya berharap aparat penegak hukum bertindak cepat. Ini bukan sekadar persoalan etika, tapi sudah menyentuh ranah hukum dan moral bangsa. Sakit hati para santri tidak bisa ditebus hanya dengan surat permintaan maaf. Harus dilakukan secara langsung, lewat video atau konferensi pers terbuka,” pungkas Afthon Sholeh.

Pernyataan tegas ini menjadi suara keprihatinan mendalam dari kalangan pesantren dan organisasi keagamaan atas tayangan media yang dinilai tidak sensitif terhadap nilai-nilai keislaman dan perjuangan santri. Mereka berharap kasus ini menjadi pelajaran penting bagi seluruh media agar lebih berhati-hati dan bertanggung jawab dalam menyampaikan konten kepada publik. (r1ck)

By RIcky

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *